Oleh: Winner Indi Manega
Aku senang memperhatikan kegigihan perjuangan
para pengurus dan pengelola koperasi yang dengan gagah berani mengarungi tantangan
keengganan orang melakukan kebersamaan usaha, bahkan tak gentar menuai kritik maupun
fitnah sekalipun. Menurutku, setiap saat kreativitas dalam pengelolaan koperasi
selalu dimunculkan, berbagai cara telah ditempuh dengan kibaran bendera syariahnya,
selalu ada ide dan gagasan baru untuk pengembangan usaha dan cara memotivasi
anggotanya, tapi tidaklah semudah membalikkan tangan. Sebersit pertanyaan sering
menggangguku, seiring seberapa untung dan kapan berhasilnya Koperasi Syariah di
kampungku dapat mensejahterakan anggotanya? Kecemasan akan kecilnya semangat anggota,
keengganan dan minat masyarakat, minimnya peralatan dan perbekalan modal awal yang
tak sebanding dengan betapa sulitnya mengajak serta menyadarkan anggota untuk
menumbuhkan rasa memiliki empat usaha koperasi, yaitu usaha jasa, pembiayaan,
produksi dan perdagangan umum telah berani melawan gulungan modal kapitalis. Kuatnya
kapitalis sebagai pemilik modal dalam menggelar sistem ekonomi konglomerat,
konon tidak membawa kesejahteraan rakyat, tetapi lebih memungkinkan terjadinya
korupsi, kolusi dan nepotisme.
Pesatnya perkembangan dan peranan lembaga keuangan mikro berbasis
syariah, mendorong warga kampungku sebagai salah satu komunitas jama’ah di masjid
untuk ikut serta berperan dalam membangun koperasi. Semangat dan kerja keras didasari
kemauan dari seluruh anggota dan pendiri koperasi, telah mampu mengeembangkan
koperasi secara legal formal. Koperasi
yang tumbuh atas dasar
solidaritas dan kuatnya kerjasama antar
individu, berpondasi kokoh kukuh dan kuat mengakar ke segenap anggota, diyakini
dapat membawa anggotanya menuju pintu gerbang kesejahteraan. Sebenarnya, kepribadian
bangsa Indonesia yang kokoh berakar ini telah dipunyai, berani berupaya keras
apalagi berprinsip syariah tentu akan ditempuh secara terus menerus. Semenjak teraktualisasikannya prinsip syariah
dalam pengelolaan ekonomi, Insya Allah dapat mewujudkan keadilan dan
mensejahterakan bagi semua. Rahmatan lil ‘alamin. Pengelolaan
koperasi syariah sudah dapat dipastikan, dilakukan secara loyal, dengan ikhlas,
jujur dan terbuka mencerminkan kepercayaan secara profesional dengan
responsibilitas tinggi yang menjunjung semangat solidaritas demi tumbuhnya
persahabatan yang kokoh.
Semua resiko dalam konsep syariah sebenarnya harus ditanggung secara bersama. Hal ini dikarenakan di dalamnya ada azas keseimbangan, ada azas keadilan, pada penerapan konsep syariah. Tampaknya perbedaannya hanya pada pada azas, tapi sebenarnya masalah azas dan masalah akad, prinsip dalam syariah akadnya harus seimbang dan adil. Kalau dalam konsep kapitalis, semua proses ukurannya pada pemegang modal, karena pemilik modal sebenarnya yang berkuasa.
Dalam konsep syariah, keberadaan uang harus didayagunakan untuk hal-hal yang bersifat produktif. Meniliki dari keberhasilan koperasi syariah, kemudian dibagikan dalam bentuk ada margin atau kegiatan. Jadi betul-betul keberadaan koperasi syariah dapat menghasilkan sesuatu yang bersifat produktif, sehingga tidak hanya menjadi perkembangan yang semu. Kalau diterapkan secara luas, koperasi syariah memiliki dampak yang sangat positif terhadap pertumbuhan ekonomi, menguntungkan usaha kecil dan menengah. Meskipun masih banyak kendala dan hambatan, seperti kendala sumber daya manusia, masalah terbatasnya jaringan dan sebagainya. Penghimpunan modal yang bentuknya simpanan, kalau simpanan pokok dan wajib sesungguhnya memang menjadi modal dasar, dengan simpanan sukarela sesungguhnya masih dapat diambil. Penghimpunan modal semacam ini, menyebabkan koperasi syariah dapat tumbuh berkembang dan menjadi besar. Berawal dari Penghimpunan modal awal dan dari dana tersebut koperasi bisa bergerak.
Bagi pengurus koperasi, kapan terjadi
tantangan yang semakin berat? Pengguliran pembiayaan syariah dengan berbagai
akadnya, terkadang terkendala kemacetan dan ketidaksadaran dalam pemenuhan
kewajiban setelah haknya diberikan. Apakah kenaikan harga berekses pada
efisiensi energi penggerak usaha koperasi? Mungkinkah dapat melayani dan
mengejar target pemasaran apabila usaha koperasi hanya menggunakan sarana dan
fasilitas yang kurang memadai? Bukankah, sukralewan yang mendukung pengelolaan
koperasi tak banyak, sehingga perlu mempekerjakan dari luar anggota? Bukankah,
hempasan badai dan tingginya persaingan ekonomi pasar bebas, tak urung sering
menggagalkan niat untuk meneruskan gerak perputaran usaha koperasi? Nantinya, bahan pertanyaan itu akan mengangkat pertanyaan
lanjutan yang berujung pada sebuah titik pengakuan. Sepertinya, ‘ternyata pengurus
dan pengelola koperasi punya kesulitan menjual dan memasarkan usahanya’. Kira-kira seperti itulah kalimatnya. Ada sisi
pengakuan yang mempertegas keberadaan kehidupan usaha koperasi yang masih
kecil, seolah termarjinalkan dalam ikatan sosial.
Walaupun banyak kendala dan
hambatan, pengurus dan pengelola koperasi dengan gigih mendedikasikan lembaga
ini bukan semata-mata untuk mencari keuntungan pribadi, akan tetapi semua yang
mendirikan, mengurus dan mengelola koperasi yang semata-mata diantaranya untuk
mengenalkan lembaga keuangan mikro syariah di masyarakat, menjadi alternatif pembiayaan,
mengurangi beban masyarakat yang terjerat rentenir, dan ternyata mereka berlomba-lomba
dalam melakukan kebaikan. Kalaupun pengurus mendapatkan gaji, itu semata-mata karena mereka
bekerja untuk mendapatkan upah yang halal. Tentunya pengurus sangat hati-hati
dalam mengelola dana, infaq dan kepercayaan dari anggota, karena bagaimanapun mereka
diawasi oleh Allah subhanahu wa ta’ala Zat yang Maha Mengetahui.
Perkembangan usaha koperasi syariah dan yang tidak syariah di
Indonesia semakin marak dengan segala pasang surutnya, kompleknya masalah yang
dihadapi dan ditanggulangi. Peran koperasi, kini kian melangkah maju di
berbagai bidang usaha, bahkan semakin memperkuat kedudukan dalam pembangunan. Landasan
berpijak yang dipergunakan tentu saja pada nilai social capital sebagai spirit koperasi yang peduli terhadap
lingkungan secara umum, selaras dan serasi dengan nilai ekonomi kerakyatan.
Kita harus optimis suatu saat koperasi akan dapat menjadi salah satu
tulang punggung perekonomian di Indonesia, apalagi mayoritas penduduk negara
ini adalah sektor informal. Dukungan untuk pengembangan koperasi masih sangat
diperlukan, dengan membuat regulasi yang akan lebih memperkuat keberadaan
koperasi di Indonesia. Menilik betapa marak pertumbuhan dan perkembangan
koperasi yang ada di Indonesia dipastikan mampu mendukung perekonomian bangsa,
khususnya perekonomian rakyat.
Berbagai program peningkatan kesejahteraan telah menjadi perhatian utama pemerintah
untuk mensejahterakan rakyat dan membantu peningkatan usaha melalui koperasi
syariah maupun koperasi bukan syariah. Tetapi mengapa koperasi belum juga
memasyarakat? Kondisi program kegiatan koperasi
masih banyak yang tak saling mendukung dengan sektor atau program kegiatan lainnya,
tidak sinkron dan kurang terpadu! Masyarakat
yang berkoperasi hingga saat ini seolah,
masih berusaha sendirian dan terpinggirkan dari keramaian pasar bebas, terutama
pemodal kuat dan minimnya jaringan pemasaran.
Minimnya
dukungan program kegiatan dan sektor lain, serta minimnya jaringan pemasaran
yang jauh dari kelancaran usaha berkoperasi, menyebabkan arus materi dan energi
dikuasai oleh para tengkulak dengan pangsa pasar yang bermodal kuat. Terjadilah
eksploitasi hasil produksi dari koperasi yang berawal dari usaha kecil yang
lemah oleh jaringan pemilik modal yang kuat. Mengacu
pernyataan Soemarwoto (2004) “Sebuah dalil ekologi menyatakan ekosistem yang
kuat menguasai arus informasi sehingga arus materi dan energi-pun dikuasai oleh
ekosistem yang kuat”. Dengan demikian, usaha koperasi mempunyai dua fungsi.
Pertama, fungsi membangun koperasi dan kedua, fungsi pemasaran. Fungsi kedua sebagai
energi untuk strategi pemasaran sering kali tidak kita sadari dan tidak
disiasati dalam usaha berkoperasi. Akibatnya, kesenjangan antara usaha
kapitalis dan usaha bersama koperasi semakin lebar. Terjadinya eksploitasi hasil usaha kecil koperasi oleh kekuatan
pemilik modal, sehingga menjadikan ‘panji-panji’ koperasi sepertinya enggan untuk berkembang lagi.
Artinya, usaha bersama yang dirintis melalui koperasi yang semula untuk mencari
keuntungan, karena tak sesuai antara perolehan penghasilan dan jerih payah yang
diupayakan, semangatnya semakin melemah. Sesungguhnya, dalam kehidupan
berkoperasi antara kaya dan miskin tak dapat berdiri sendiri-sendiri, melainkan
selalu ada saling ketergantungan. Orang miskin tergantung pada orang kaya untuk
modal, teknologi, pemasaran hasil usaha, produksi dan lain-lain. Orang kaya
tergantung pada orang miskin untuk bahan pangan, tenaga kerja dan lain-lain. Padahal,
potensi berkoperasi dapat dikembangkan di masa kini dan mendatang, dimana
muaranya jelas untuk kesejahteraan para anggota beserta masyarakatnya.
Untuk
mengatasi masalah ini kita harus menyadari adanya fungsi kesejahteraan hubungan
yang kaya dan yang miskin, serta-merta mengambil langkah untuk meminimalkan
fungsi ini. Demokratisasi pengambilan keputusan kebijakan harus dikembangkan
dengan memberi kesempatan kepada kehidupan
berkoperasi untuk ikut mengambil
keputusan dengan kearifan lokal. Dengan tindakan preventif ini, bagi usaha koperasi
yang masih termarginalkan akan terangkat kehidupannya. Terjadinya kesetaraan yang
kaya dan yang miskin di dekatnya, sesungguhnya masih dapat dibangun semangat
berkoperasi. Adanya kemitraan bagi kaya
dan miskin secara adil dan merata dalam kehidupan berkoperasi, tentu dapat
menumbuhkan sinergi antara keduanya.
Dilema
kehidupan berkoperasi yang umumnya dihadapi pengurus dan pengelola, dimanapun masih
terus diperjuangkan dengan segenap energi terobosan. Untuk membangun koperasi yang
dapat mensejahterakan anggotanya perlu dibangun hubungan antara kesadaran dan rasa
memiliki bersama-sama usaha koperasi. Hubungan itu bersifat fisik maupun
non-fisik. Tetapi kita tidak menyadari bahwa hubungan itu mempunyai dua fungsi.
Pertama, fungsi pembangunan koperasi. Kedua, ialah fungsi kesejahteraan. Ini
tidak kita ketahui dan tidak kita sadari. Akibatnya fungsi ini kita abaikan.
Akibat selanjutnya ialah fungsi ini tidak terkendalikan. Walaupun ada koperasi
yang mengalami kemajuan, tetapi karena laju pertumbuhannya lebih kecil dari
laju pertumbuhan keanggotaan, untuk menjaga kesenjangan antara yang kaya dan miskin,
tidak perlu koperasi semacam ini melemah atau gulung tikar.
Koperasi
Sumber Kehidupan.
Apabila
setetes air saja dapat menjadi sumber kehidupan, tentunya koperasi yang
mempunyai modal bersama merupakan sumber kehidupan yang tidak hanya untuk satu atau
beberapa anggota saja? Kenapa kita tidak berani mengandalkan kehidupan dari
hasil keberadaan usaha koperasi? Apakah karena tidak terbiasa, atau karena
takut akan bahaya bila berada di tengah percaturan ekonomi konglomerat yang
semakin merajalela ? Padahal, hasil usaha dengan segala perjuangan pengurus dan
pengelola koperasi merupakan persediaan yang tak habis-habisnya bila diusahakan
dan dimanfaatkan secara benar. Mengapa usaha kecil yang mengandalkan kehidupan
di pasar tradisional tak seberuntung pengusaha modern di supermarket? Simak saja, apakah jejaring penghasil usaha
ekonomi, penjaja dan tengkulak serta penikmat telah terikat mata rantainya
secara kokoh, kukuh, dan kuat berhubungan sehingga terjadi kesalingtergatungan
yang sinergis? Alangkah tidak saling menguntungkannya, apabila tak terjadi
hubungan timbal-balik yang saling ketergantungan.
Bagaimana
cara memaksimalkan penggunaan sumber daya manusia dan modal usaha supaya dapat
membuka peluang usaha dan peluang kerja di lembaga koperasi? Upaya pengkaderan,
mengajak anak dan remaja sebagai generasi penerus untuk mencintai usaha bersama
di koperasi, perlu didukung kebijakan terpadu koperasi dengan program, kegiatan
dan sektor lain. Untuk itu, berbagai program kegiatan dan kebijakan hasil koperasi
perlu ditunjang dengan sistem pengelolaan koperasi secara terpadu. Perlu ada
kerja sama antar sektor yang saling berkaitan dalam pengelolaan koperasi.
Agar
usaha koperasi dapat tumbuh subur berkelanjutan, maka modal alam, sejarah dan
budaya yang menjadi modal dasar berkoperasi haruslah dipelihara dan dijaga,
sehingga pembangunan koperasi yang berkelanjutan harus diselenggarakan dengan
prinsip pencagaran sebagai landasan utama. Dengan lain perkataan pembangunan koperasi
harus dilakukan dengan ramah lingkungan hidup.
Mengacu
masa kejayaan kehidupan berkoperasi pendahulu kita, mungkinkah kita sebagai
generasi penerus mampu dan mau menaruh minat pada kehidupan berkoperasi?
Mungkinkah kelak dapat kita kembangkan usaha koperasi dengan tetap
mempertimbangkan keseimbangan serta kelestariannya? Hal ini cukup beralasan
apabila kita pelajari serta diminati, karena ternyata Indonesia memang sebagai
negara kesatuan yang memiliki wilayah yang luas dan kekayaan alam yang melimpah,
tentu dapat dibudidayakan melalui usaha koperasi. Tak ayal lagi, sebenarnya beberapa
lapisan masyarakat secara sadar maupun tidak sadar telah menggantungkan
kehidupan mereka pada hasil usaha koperasi.
Pengembangan
budidaya sumberdaya alam, jika dikembangkan secara maksimal dapat memicu
masyarakat secara kooperatif untuk hidup lebih sehat sejahtera. Keberadaan pengolahan
koperasi secara lebih luas sudah sangat
diperlukan para usaha kecil dan menengah, agar segera dapat memiliki nilai
tambah yang tinggi bagi komunitas masyarakat secara koperasi. Upaya terobosan,
inovasi teknologi dan lancarnya arus informasi bagi koperasi, tak lain dan tak
bukan muaranya untuk membangun ekonomi kerakyatan yang lebih optimal.
Kekayaan
potensi usaha kecil rumah tangga baru dikemas dalam format terbatas, belum
untuk jualan. Hasil usaha produksi yang ada belum terjual optimal, potensi usaha
dan produksi kerakyatan yang ada dijual dalam format dan kemasan apa adanya.
Penjualan dari hasil jerih payah industri rumah tangga yang gigih pada umumnya tidak
dilakukan secara terstruktur, tetapi secara terlepas-lepas. Bagaimana
menjualnya, dapat distrukturkan dalam satu manajemen dengan kerangka yang
merupakan satuan komunitas manajemen berkoperasi. Lain halnya, apabila prinsip
layanan dilakukan dengan dasar menghasilkan kembalinya biaya produksi untuk
layanan usaha koperasi yang lebih baik. Seleksi
alami akan dilalui oleh usaha kecil dan menengah. Usaha yang tidak sesuai dalam kerjasama berkoperasi itu akan
terpinggirkan. Kelangsungan hidup usaha bukan lagi
kelangsungan hidup yang terkuat, melainkan kelangsungan hidup yang paling
sesuai. Jadi yang dapat menjaga
kelangsungan hidupnya bukanlah yang mempunyai daya saing tertinggi
dan dapat menyingkirkan lawannya, melainkan yang dapat menjalin ‘kerjasama yang serasi’ dengan
komponen lain di lingkungan mitra dan anggota koperasi.
Semoga
kelak, gerakan koperasi mendatang menjadi akar perekonomian rakyat dan dapat
berjalan lebih baik lagi, walaupun diliputi berbagai kendala dan halangan. Koperasi
sebagai organisasi ekonomi berbasis orang
atau keanggotaan, akan menjadi gerakan ekonomi rakyat serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional. Bermodal ‘semangat
berkoperasi’ yang menjulang tinggi di setiap lini perekonomian rakyat dan usaha
kecil serta menengah dapat menjadi panji kemenangan bagi kesejahteraan rakyat
dalam mengatasi krisis ekonomi, koperasi akan selalu kukuh kuat bila saling terberdayakan
dalam ‘kerjasama yang serasi’. Etos
kerja pengurus dan pengelola koperasi kelak akan mampu dan berhasil, karena
mereka menjalani kehidupan berkoperasi di sini bukan untuk sekedar penyambung
hidup, tapi lebih untuk meneruskan generasi yang lebih bermutu dan berkualitas.
Tulisan
ini tidak bermaksud memberikan solusi akhir. Masalahnya, keyakinan pengurus dan pengelola koperasi
yang masih bergulat dengan membangun koperasi membangun negeri harus
terus-menerus didiskusikan, ada perbaikan nasib dan kesejahteraan serta
berkelanjutan. Ternyata ada dua fungsi dalam mensejahterakan masyarakat, yakni semangat berkoperasi dan
semangat untuk kerjasama
yang serasi. Pengalaman
menunjukkan fungsi kedua, yaitu fungsi kerjasama
yang serasi tidak dapat diabaikan. Kita harus
menyadari fungsi kedua ini, mendiskusikannya dan berusaha untuk berkomitmen
bersama bahwa koperasi yang kuat dapat mensejahterakan rakyat.
Yogyakarta, 27 September 2011
Penulis,
Winner Indi
Manega
Klas
XII SBI 1, SMA MUHAMMADIYAH 1 Yogyakarta
Nomor
Induk 17820
Bahan Bacaan:
Soemarwoto Otto. 2004. “Problematik Pelik Pembangunan
Kesetaraan Desa – Kota” Yayasan Agenda 21. Bandung.
Bersama Berbagi Solusi Syari'ah
Bersama KSU Syari'ah ASSALAM, Minomartani, Sleman