Solusi Syariah

Solusi Syariah
Badan Hukum: 062/BH/XV.4/Kab.Slm/VIII/2010

Selasa, 14 Januari 2014

SURAT KETERANGAN



Nomer: 01/DPS/X/2013
 
Pada hari ini Jum’at, tanggal 11 Oktober 2013 atau 6 Dzulhijah 1434 H Dewan Pengawas Syariah Koperasi Serba Usaha Syariah Assalam menerangkan bahwa:
1.      Kegiatan jual-beli (bisnis) di masjid adalah dilarang berdasarkan beberapa hadits dan penjelasan dari beberapa ulama (hadits dan penjelasannya, terlampir). Oleh karena itu, kegiatan Koperasi Serba Usaha Syariah As-salam yang berupa kegiatan jual-beli adalah dilarang dilakukan dalam lingkungan/area masjid.
2.  Wilayah/area Masjid yang diperbolehkan untuk kegiatan jual-beli oleh Koperasi Serba Usaha Syariah Assalam atau lainnya adalah bagian/lingkungan/area luar Masjid
3.    Pembatas yang memisahkan antara bagian/lingkungan/area masjid dan bagian/lingkungan/area luar masjid ditandai oleh bangunan fisik yang secara jelas dapat menunjukkan pemisahan kedua lingkungan/area tersebut, seperti: tembok atau pagar atau sejenisnya.
4.   Keterangan pada nomor 1, 2 dan 3 di atas, adalah dengan tujuan untuk menjaga kewibawaan masjid dan menjaga kekhusu’-an jamaah.
5.  Konsekuensi dari penentuan batas tersebut adalah akan berakibat pada kedudukan shalat seseorang apakah yang bersangkutan dihukumi sebagai shalat di masjid atau di luar masjid.
6.  Dalam kasus di Masjid As-Salam, maka kami berpendapat bahwa ruangan di kanan-kiri pengimaman adalah bukan bagian dalam masjid, karena di ruangan tersebut tidak mungkin digunakan oleh makmum untuk berjamaah, serta kegiatan di dalamnya tidak terlihat secara langsung oleh mereka yang sedang shalat.  Demikian juga area di sebelah selatan masjid, sebelah timur masjid dan sebelah utara masjid adalah bukan area dalam masjid.

Demikian Surat Keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunnya.

Dewan Pengurus Syariah Koperasi Serba Usaha Syariah Assalam:

Ketua                           : Drs. Sidik Tono, M.Hum                               
Anggota                       : 1. Drs. Al Hasin, MBA                                  
                                      2. Dr. D.  Agus Harjito, M.Si                                       
 


Bersama Berbagi Solusi Syari'ah Bersama KSU Syari'ah ASSALAM, Minomartani, Sleman

Kegiatan Koperasi di Masjid




Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Kita sepakat bahwa tujuan utama masjid didirikan untuk menegakkan peribadatan kepada Allah ta’ala; berdzikir, mendirikan shalat, membaca kalam Ilahi, dan berdoa kepada-Nya,
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ رِجَالٌ لاَّتُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلاَبَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَآءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَاْلأَبْصَار
“Di rumah-rumah yang di sana Allah telah memerintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, manusia di sana ber-tasbih (menyucikan)-Nya pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hari dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. an-Nur: 36-37).

Ayat ini menjelaskan fungsi utama masjid menurut Al-Quran, bahwa masjid adalah tempat untuk menegakkan berbagai bentuk ibadah kepada Allah ta’ala; shalat, membaca al-Quran, berdzikir, belajar agama, i’tikaf, dan berbagai ibadah lainnya.
Selanjutnya, Allah menjelaskan orang yang benar-benar menegakkan peribadatan kepada-Nya, mereka sama sekali tidak terlalaikan atau tersibukkan dari kegiatan ibadah hanya karena mengurusi perdagangan. Karena itu, mungkinkah terbayang orang semacam ini akan menjadikan masjid sebagai tempat untuk berniaga?.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجِلَّ وَالصَّلاَةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ
“Sesungguhnya masjid-masjid ini hanyalah untuk tempat berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, shalat, dan bacaan al-Qur’an.” (HR. Muslim, no. 285).

Demikianlah karakter orang-orang yang memakmurkan rumah-rumah Allah. Tidak heran bila Allah Ta’ala memuji orang-orang yang menggunakan masjid sesuai fungsinya. Allah sebut mereka sebagai pemakmur masjid,
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ فَعَسَى أُوْلاَئِكَ أَن يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. at-Taubah: 18).

Sebagai konsekuensi dari hal ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya untuk melakukan kegiatan ekonomi di dalam masjid. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيْعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِيْ الْمَسْجِدِ فَقُولُوا: لاَ أَرْبَحَ اللهُ تِجَارَتَكَ
“Apabila kalian melihat ada orang menjual atau membeli di dalam masjid, maka doakanlah untuknya, ‘Semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada perniagaanmu.” (HR. Turmudzi, no. 1321, Ibn Khuzaimah 1305 dan dishahihkan Al-A’dzami).

Dahulu, Atha’ bin Yasar apabila melihat seorang pedagang yang singgah di masjid, beliau memanggilnya dan menanyakan kepentingannya. Jika tujuannya hendak berjualan di masjid, beliau memarahinya dengan berkata,
عَلَيْكَ بِسُوقِ الدُّنْيَا. فَإِنَّمَا هذَا سُوقُ الآخِرَةِ
“Pergilah engkau ke pasar dunia, karena ini adalah pasar akhirat.” (HR. Imam Malik dalam al-Muwaththa’, 2/244, no. 601).

Masjid Vs Pasar
Dua tempat ini digambarkan dalam islam sebagai dua tempat yang kontras dan bertentangan. Yang satu sangat dicintai Allah, yang satu sangat dibenci Allah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللهِ مَسَاجِدُهَا، وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللهِ أَسْوَاقُهَا
“Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid, dan tempat yang paling dibenci Allah adalah pasar.” (HR. Muslim 671, Ibn Hibban 1600 dan yang lainnya)

Masjid adalah tempat untuk mengingat Allah. Proyek kegiatan manusia di sana , tertuju pada akhirat. Sementara pasar tempat orang lupa Allah dan sibuk dunia. Proyek yang terselenggara, isinya hanya dunia dan dunia. Karena itu, terlalu jauh ketika disimpulkan bahwa salah satu fungsi masjid adalah untuk pengembangan kegiatan ekonomi umat. Jika maksud pernyataan ini adalah bahwa masjid menjadi tempat kajian halal-haram, pusat kajian ekonomi islam, dan semacamnya, tentu kita sepakat. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam banyak khutbahnya, beliau juga menyampaikan masalah halal-haram dalam muamalah antar-sesama manusia.



HUKUM MELAKSANAKAN KEGIATAN BMT DI MASJID
Written by Anas Burhanuddin    Wednesday, 06 March 2013 14:47
As-Salamu'alaykum. Apakah hukumnya melaksanakan kegiatan BMT (Baitul Mal Wat-Tamwil) di ruangan masjid yang digunakan untuk shalat? seperti pembicaraan simpan pinjam, dan lain-lain yang sifatnya tamwil al-mal?. Pengurus BMT melaksanakan kegiatan seperti ini dalam masjid dengan alasan, bahwa pada masa Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa Sallam baitul mal juga dilaksanakan di masjid. Benarkah cara berdalil demikian?, apakah sama antara baitul mal pada masa Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam dengan BMT yang ada sekarang?, bukankah pada masa Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam itu kegiatan baitul mal itu tidak ada unsur bisnisnya (tamwil)?, bukankah mengumumkan barang hilang dan berjual beli dilarang dalam masjid?. Syukran, jazakumullahu khayran. Was-Salamu 'alaykum. [Ttd: Abul-Hasan]
 Jawaban:
            Saudara Abul Hasan, semoga Allah menjaga anda. Pembahasan masalah ini kembali kepada masalah hukum jual beli di masjid. Nabi -shallallah ‘alaihi wasallam- telah melarangnya dalam sabda beliau yang diriwayatkan Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-,
إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيعُ أَوْ يَبْتَاعُ في المَسْجِدِ، فَقُولُوا: لا أرْبَحَ اللهُ تِجَارَتَكَ، وَإِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَنْشُدُ ضَالَّةً فَقُولُوا: لا رَدَّهَا الله عَلَيْكَ
“Jika kalian melihat orang yang menjual atau membeli di masjid, katakanlah ‘Semoga perdagangan kalian tidak beruntung’. Dan jika kalian melihat orang yang mengumumkan barang hilang di sana, katakanlah ‘Semoga Allah tidak mengembalikan barang itu’.” (HR. at-Tirmidzi no. 1.321, dihukumi shahih oleh Ibnu Khuzaimah, al-Albani, dan Ahmad Syakir)
Dan dalam riwayat Abdullah bin ‘Amr –radhiyallahu ‘anhu-,
أنَّ رسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَن الشِّراءِ والبَيْعِ في المَسْجِدِ، وَأنْ تُنْشَدَ فِيهِ ضَالَّةٌ؛ أَوْ يُنْشَدَ فِيهِ شِعْرٌ.
“Bahwasanya Rasulullah -shallallah ‘alaihi wasallam- melarang jual beli, mengumumkan barang hilang dan membaca syair di masjid.” 
            Dalam beberapa hadits yang lain Nabi -shallallah ‘alaihi wasallam- menjelaskan bahwa masjid tidak dibangun untuk hal-hal seperti itu, tetapi untuk shalat dan membaca al-Qur`an. Dengan demikian, jelaslah bahwa jual beli di masjid dilarang. Demikian pula akad-akad semisal yang mengandung transaksi bisnis seperti sewa menyewa dan syarikah (koperasi).
            Saat melihat kepada hakekat dan praktek Baitul Mal wa Tamwil (BMT) di Indonesia, kita akan dapatkan bahwa transaksinya tidak lepas dari jual beli, seperti mudharabah, murabahah atau yang lain. Kegiatan Baitul mal wat tamwil adalah mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil. BMT berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi untuk anggota dan lingkungannya. Karena itu, sebagian peneliti mengindonesiakan kepanjangan BMT menjadi Balai-usaha Mandiri Terpadu. BMT bukanlah lembaga sosial, meski dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan penggunaan zakat, infaq dan sadaqah bagi kesejahteraan orang banyak.[1][1]
            Adapun Baitul Mal pada zaman Nabi -shallallah ‘alaihi wasallam- dan Khulafa Rasyidin –radhiyallahu ‘anhum-, fungsinya adalah mengurus pemasukan dan pengeluaran negara. Domainnya adalah zakat, kharaj, jizyah, ghanimah, fai`, wakaf dan semisalnya.[2][2] Jadi tugas Baitul Mal adalah mengatur pendapatan negara dan membelajakan atau menyalurkannya kepada yang berhak. Tidak ada unsur bisnis di dalamnya.
            Sebagian harta itu kadang disimpan oleh Nabi -shallallah ‘alaihi wasallam- di masjid, sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-,
أُتي النبي صلى الله عليه وسلم بمال من البحرين، فقال: انثروه في المسجد.
“Nabi -shallallah ‘alaihi wasallam- dikirimi harta dari Bahrain, maka beliau berkata, “Letakkan di masjid.” (HR. al-Bukhari no. 411) Dan hadits ini tidak bertentangan dengan hadits larangan jual beli di masjid, karena penyimpanan harta dari Bahrain ini tidak mengandung unsur jual beli.
            Dengan demikian jelaslah perbedaan antara Baitul Mal dan BMT. Meski menjalankan sebagian fungsi Baitul Mal, tujuan utama BMT adalah bisnis, sehingga kegiatan BMT tidak boleh dilakukan di dalam masjid, kecuali kegiatan yang tidak mengandung unsur bisnis seperti penerimaan zakat dan simpan pinjam nirlaba (non ribawi). Apalagi, masih banyak BMT yang ternyata tidak lepas dari transaksi ribawi. Transaksi yang demikian adalah haram, baik dilakukan di dalam masjid maupun di luar.
            Adapun ruangan khusus yang berada di luar dinding masjid, meskipun masih menyambung dengannya, ia bukan merupakan bagian dari masjid dan tidak mengikuti hukumnya. Jual beli boleh dilakukan di tempat seperti ini, sebagaimana difatwakan oleh Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa di Kerajaan Arab Saudi.[3][3] Wallahu A’lam.






Hukum Berniaga di Dalam Masjid
Pertanyaan
Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Semoga Allah terus-menerus memberikan karunia ilmu yang besar buat pak ustadz untuk mengajar dan membangun ummat ini. Pertanyaan saya kali ini adalah berkaitan hukum berniaga di dalam masjid, boleh atau tidak?
Setahu saya ada sebuah hadith yang menyebut tentang hal ini:
Abdullah bin Amru al-Ass berkata bahawa Nabi s. A. W. Melarang jual beli di dalam masjid. (Mafhum hadith riwayat Tirmizi).
Tetapi beberapa kali sewaktu qiamullail di masjid dekat universitas tempat saya belajar, ada di kalangan teman-teman saya sering membawa barang-barang jualan seperti makanan dan buku-buku lalu berjualan di dalam masjid.
Saya juga ada membuat kajian tentang arsitektur masjid di seluruh dunia dan saya dapati ada di antara masjid lama seperti Masjid Wazir Khan di Pakistan, yang dibina sewaktu Empayar Mughal, mempunyai ruangan toko-toko kecil di dalamnya untuk orang berniaga.
Saya jadi bingung kerana teman-teman saya bukan kalangan orang yang rendah ilmu agamanya dan saya kira tidak mungkin pemimpin Islam zaman dulu membangun toko-toko di dalam masjid itu sewenang-wenangnya dengan tidak mengkaji kebolehannya dari segi syariat.
Bagaimana pula hukumnya kalau kita mahu mempromosi barang-barang jualan kita di dalam masjid tetapi urusan jual beli dibuat di luar masjid. Contohnya seorang penceramah selesai ceramah di masjid mengajak orang untuk membeli kaset dan buku tulisannya yang ada di luar masjid, atau dengan melekat iklan-iklan di dinding atau papan notis dalam masjid. Boleh atau tidak?
Mohon penjelasan yang seksama dari pak ustadz dengan dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Hadith baginda Rasulullah S. A. W.
Sekian, terima kasih
Wa'alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh


Wafiy
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Apa yang anda sampaikan tentang larangan melakukan jual beli di dalam masjid memang ada dasarnya, yaitu sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini:
Dari Amru bin Sy'aib ra dari ayahnya dari kakeknya berkata, "Rasulullah SAW melarang berjual beli di dalam masjid." (HR Ahmad dalam Musnadnya dan Abu Daud)
Jumhur ulama selain Al-Hanafiyah mengatakan bahwa larangan untuk berjual beli di dalam masjid adalah larangan yang bersifat mutlak. Sehingga semua jenis jual beli, baik yang nilainya besar apalagi yang nilainya kecil, hukumnya haram. Baik jual beli itu bersifat darurat atau tidak.
Namun mazhab Al-Hanafiyah yang punya latar belakang khusus dalam masalah jual beli di dalam masjid. Mereka masih memberikan keluasan untuk terjadinya jual beli di dalam masjid, bila memang sangat diperlukan. Misalnya, sangat diperlukannya kitab-kitab yang diperlukan dalam kajian agama. Dan kitab itu bagian dari taklim yang memang bagian dari peran sebuah masjid sebagai pusat ilmu pengetahuan agama.
Namun mazhab ini membolehkan hal itu selama nilainya kecil. Sedangkan yang nilainya besar tidak dibolehkan oleh mereka. Maka jual beli kitab antara pihak percetakan dan distributornya lebih merupakan bisnis ketimbang kebutuhan darurat di dalam sebuah masjid. Sehingga hal itu termasuk dalam larangan.
Wilayah 'Suci' dan 'Sakral' Masjid
Di sisi lain, larangan untuk berjual beli di dalam masjid sesunguhnya berlaku bila dilakukan di dalam wilayah 'suci' dan 'sakral' yang ada di dalam masjid. Di luar itu, meski masih merupakan asset masjid, namun tidak termasuk wilayah 'suci' dan 'sakral', sehingga hukum larangan itu tidak berlaku.
Misalnya halaman atau pelataran masjid, sesungguhnya kebanyakan pengurus masjid tidak mengikrarkannya sebagai wilayah suci dan sakral. Termasuk juga tempat wudhu, WC, toilet, gudang, atau tempat pembuangan sampah. Bahkan selasar (teras) masjid pun sering kali tidak termasuk wilayah yang dimaksud.
Lalu apa batasannya?
Batasannya sederahana saja, yaitu ikrar dari pengurus masjid. Entah apa istilah lainnya, DKM atau takmir. Intinya, penanggung jawab masjid adalah pihak yang bertanggungjawab sekaligus punya wewenang untuk menetapkan garis batasnya. Dan ketetapan dari takmir ini mungkin saja dikoreksi dan diperbaharui berdasarkan kebutuhan.
Salah satu contohnya adalah yang dilakukan oleh salah satu takmir masjid di bilangan pusat kota Jakarta. Karena kekurangan ruangan untuk sekolah, maka takmir masjid mengikrarkan bahwa lantai 3 masjid itu untuk ruang kelas dan sekolah. Padahal sebelumnya termasuk ruang shalat. Dengan demikian, murid yang sedang haidh tetap bisa masuk kelas, meski ruang kelasnya adalah lantai 3 gedung masjid. Semua ditentukan oleh ikrar dari pengurus masjid.
Demikian juga urusan jual beli di masjid, asalkan dilakukan di luar wilayah suci dan sakral, hukumnya tidak terkena larangan. Karena bukan termasuk ke dalam hadits yang dimaksud.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc




















BERDAGANG DI DALAM MASJID
Ditulis oleh Dewan Asatidz   
Tanya:
Ustadz, saya ingin menanyakan bagaimana hukumnya orang yang berjualan/bertransaksi bisnis (berdagang) di dalam masjid? Terima kasih banyak sebelumnya.

Winarno Saiman


Jawab:

Disepakati sebagian besar mazhab bahwa melakukan transaksi (baik jual-beli, sewa-menyewa, dan sejenisnya) di dalam masjid hukumnya makruh, bahkan menurut mazhab Hanbaliyah haram.

Lebih lengkapnya kami kemukakan masing-masing pendapat mazhab tersebut:
  1. Mazhab Hanafi, mazhab ini berpendapat transaksi jual-beli dan sewa-menyewa di dalam masjid hukumnya makruh. Yang diperbolehkan melakukan akad di dalam masjid adalah akad hibah/pemberian dan sejenisnya. Disunahkan melakukan akad nikah di dalam masjid.
  2. Mazhab Maliki, jual-beli makruh dilakukan di dalam masjid jika bisa mengganggu para jama'ah. Jika tidak mengganggu jamaah, maka hukumnya tidak makruh, mubah. Untuk akad hibah dan nikah boleh dilakukan di dalam masjid, bahkan untuk akad nikah hukumnya sunnah.
  3. Mazhab Syafi'i, mazhab ini melarang (mengharamkan) menjadikan masjid sebagai tempat transaksi jual-beli jika dengan hal ini bisa mengurangi wibawa masjid. Namun jika tidak mengurangi wibawanya maka jual-beli di masjid hukumnya makruh. Akad nikah boleh dilakukan di dalam masjid.
  4. Mazhab Hanbali, mazhab ini melarang (mengharamkan) masjid sebagai tempat jual-beli dan sewa-menyewa. Seandainya terjadi, maka hukumnya batal, jual-belinya tidak sah. Sunnah hukumnya melakukan akad nikah di masjid.
Demikian wallahua'lam.





HUKUM MENGIKLANKAN SEKOLAH DAN PROYEK BISNS DI DALAM MASJID

Pertanyaan:
Bersamaan dengan masuknya tahun ajaran baru, panitia penerimaan siswa baru sekolah swasta bersemangat untuk mengiklankan sekolahnya di tengah-tengah masyarakat dengan berbagai macam cara. Dan di antara salah satu cara tersebut adalah membagikan buletin iklan, yang menjelaskan program sekolah, keunggulannya dan biaya sekolah. Mereka bersaing dan berlomba-lomba dalam hal ini, demi mendapatkan siswa terbanyak.Sampai-sampai sebagian mereka membagi buletin tersebut di dalam masjid, baik masjid Jami’ (yang digunakan untuk shalat jum’at) ataupun yang bukan Jami’. Yang mana mereka meletakkan buletin-buletin tersebut di rak-rak yang dikhususkan untuk menaruh al-Quran, atau ditempel pada papan pengumuman di masjid atau di samping pintu-pintu masjid bagian dalam. Apa hukum perbuatan semacam ini dan apa nasehat anda bagi orang yang menemukan buletin seperti ini di dalam masjid?
Jawaban :
Tidak boleh menjadikan masjid sebagai tempat untuk menampilkan selebaran dan iklan perdagangan, baik yang diiklankan itu berupa sekolah yayasan komersial ataupun yang selainnya. Karena masjid hanya dibangun untuk ibadah kepada Allah seperti shalat, dzikir, belajar mengajar, membaca al-Quran dan yang semisalnya dari urusan-urusan agama.
Adapun penggunaan masjid untuk hal-hal yang disebutkan dalam soal dan memanfaatkannya-karena manusia di dalamnya-untuk menaruh buletin dan iklan di dalam masjid, maka itu tidak boleh, dan bukan termasuk bagian dari agama. Maka hendaknya membersihkan masjid dari hal semacam ini, dan menjaga kehormatannya serta bersungguh-sungguh untuk tidak menyibukkan manusia dengan apa-apa yang bisa memalingkan mereka dari ibadah kepada Allah, atau mengganggu sholat manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلاَ تَدْعُوا مَعَ اللهِ أَحَدًا {18}
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”.(QS. Al-Jin: 18)
Dan juga berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إذا رأيتم من يبيع أو يبتاع في المسجد فقولوا: لاأربح الله تجارتك (رواه النسائي والترمذي وحسنه
“Apabila kalian melihat orang yang berjual beli di dalam masjid maka katakanlah:”Semoga Allah tidak memberi untung kepada jual beli kalian’.”(HR. an-Nasaai dan Tirmidzi dan beliau menghasankannya)
Dan memajang iklan termasuk jual beli.
Wabillahi at-Taufiq Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyinaa Muhammadin Wa Aalihiwa Shahbihi Wasallam
Lajnah Daimah Lil Buhuts Wa al-Iftaa (Syaikh Ibnu Baz, Abdul ‘Aziz Alu Syaikh, Abdullah al-Ghudayan, Shalih al-Fauzan, Bakr Abu Zaid rahimahumullah )
Oleh: Abu Yusuf Sujono.







Bersama Berbagi Solusi Syari'ah Bersama KSU Syari'ah ASSALAM, Minomartani, Sleman